Minggu, 26 Juli 2009

Fenomena Regionalisme : My point of View

menilai Fenomena Regionalisme dengan kaca mata realisme (walaupun ada sedikit sentuhan marxis karena ada kemiripan pandangan) yaitu sebagai bentuk lanjutan dari sistem kapitalis global (dimana pemainnya adalah AS, sang Adi daya terkuat di jagat raya)[1], atau sebagai solusi yang ditawarkan juga oleh pemikir liberalis, dimana tema-tema ‘kerjasama dapat menguntungkan peserta kerjasama itu’ menjadi pedoman hidup liberalis. Hal itu bisa saja benar jika kerjasama itu terdiri dari peserta-peserta kerjasama yang memiliki jumlah pion, kuda, peluncur, benteng, perdana mentri dan raja yang sama secara kuantitas dan kualitas antara satu dengan yang lain. Artinya ada keseimbangan kekuatan (balance of power) dalam sebuah kerjasama, sehingga tidak ada lagi pihak yang berpotensi untuk dirugikan karena semua memiliki kesempatan dan start poin yang sama.
Kesuksesan Uni Eropa menjadi regional terdepan dan termutahir memang ada sisi-sisi positifnya, namun dibalik itu semua terdapat kepentingan-kepentingan terselubung sang pencetus ide tersebut yang sebagian besar adalah Negara industri maju yang jelas mengancam pihak yang lemah untuk bersiap-siap selalu dirugikan (atau halusnya adalah selalu mendapatkan keuntungan di level 2, sementara keuntungan di level 1 adalah Negara maju). Begitu juga dengan NAFTA dengan AS dibelakangnya, APEC dengan jepang dibelakangnya (bahkan jepang sedang berusaha untuk menjadikan ASEAN + 3 masuk ke dalam tahapan selanjutnya yaitu Market Union) , dan regional-regional lainnya.
[1] Thomas D Lairson dan David Skidmore : “Internasional Political Economy : the Struggle for power and wealth” hal.76

1 komentar:

  1. Nice info and good artikel Mas Indra..
    thanks and visit back me more,..Good luck..!

    BalasHapus